Label:

Tugas IT Reviwe muku Smester V



REVIEW NOVEL “HAFALAN SHALAT DELISA”

IDENTITAS BUKU
 
Judul : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang
: Tere-Liye
Penerbit
: Republika
Tahun terbit
: 2008
Cetakan ke
: ke-VII
Tebal halama
n : 309 halaman
Ha
rga : Rp 50.000,00

Novel  yang indah ditulis dalam kesadaran ibadah. Novel ini mengajak kita mencintai kehidupan, juga kematian, mencintai anugerah juga musibah, dan mencintai indahnya hidayah. Novel ini disajikan dengan gaya sederhana namun sangat menyentuh. Penulis berhasil menghadirkan tokoh-tokoh dan suasana dengan begitu hidup, Islami dan luar biasa. Pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin mendapatkan pencerahan rohani. Dramatis, tanpa perlu hiperbolik. Menyentuh, tanpa perlu mengharu biru. Kecerdasan dalam kepolosan. Terkadang malu sendiri ketika menyimak si mungil Delisa. Seolah menonton film dokumenter ketika membacanya lembar demi lembar.
 
Berawal dari seorang anak yang bernama Delisa, gadis kecil kebanyakan yang periang, tinggal di Lhok Nga, sebuah desa kecil yang berada di tepi pantai Aceh; dan mempunyai hidup yang indah. Sebagai anak bungsu dari keluarga Abi Usman, ayahnya bertugas di sebuah kapal tanker perusahaan minyak internasional. Delisa sangat dekat dengan ibunya yang dia panggil Ummi, serta ketiga kakaknya yaitu Fatimah dan si kembar Aisyah dan Zahra.

Pada 26 Desember 2004, Delisa bersama Ummi sedang bersiap menuju ujian praktek shalat ketika tiba-tiba terjadi gempa. Gempa yang cukup membuat ibu dan kakak-kakak Delisa ketakutan. Tiba-tiba tsunami menghantam, menggulung desa kecil mereka, menggulung sekolah mereka, dan menggulung tubuh kecil Delisa serta ratusan ribu lainnya di Aceh serta berbagai pelosok pantai di Asia Tenggara.

Delisa berhasil diselamatkan Smith, seorang prajurit Angkatan Darat AS, setelah berhari-hari pingsan di cadas bukit. Sayangnya luka parah membuat kaki kanan Delisa harus diamputasi. Penderitaan Delisa menarik iba banyak orang. Smith sempat ingin mengadopsi Delisa bila dia sebatang kara, tapi Abi Usman berhasil menemukan Delisa. Delisa bahagia berkumpul lagi dengan ayahnya, walaupun sedih mendengar kabar ketiga kakaknya telah pergi ke surga, dan Ummi belum ketahuan ada di mana.

Delisa bangkit, di tengah rasa sedih akibat kehilangan, di tengah rasa putus asa yang mendera Abi Usman dan juga orang-orang Aceh lainnya, Delisa telah menjadi malaikat kecil yang membagikan tawa di setiap kehadirannya. Walaupun terasa berat, Delisa telah mengajarkan bagaimana kesedihan bisa menjadi kekuatan untuk tetap bertahan. Walau air mata rasanya tak ingin berhenti mengalir, tapi Delisa mencoba memahami apa itu ikhlas, mengerjakan sesuatu tanpa mengharap balasan.

Nilai yang terkandung :

a.       Budaya
Budaya yang ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus dalam hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut : "Delisa boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17).

b.      Agama  
Dalam novel ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut : " Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2)

c.        Moral 
Di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.

d.      Sosial 
Banyak sekali nilai sosial yang tertoreh pada novel ini, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 anaknya dengan sabar. Walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hidup sejahtera dan tentram.

Penilaian pada novel 

Kelebihan novel ini yaitu sangat bagus untuk dibaca untuk semua kalangan. Baik anak-anak maupun remaja bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya. 

Tiap bait puisi dibeberapa kalimatnya menambah poin plus untuk novel ini. Alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca (khususny saya) untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah swt.

Novel ini juga diangkat ke layar lebar dan ditonton oleh banyak orang. Saya juga pernah menonton film ini. Ketika membaca novel ini saya terharu karena alur ceritanya yang sangat menyahat hati dan pada saat menonton film ini, air mata saya pun tetap saja mengalir karena melihat secara tidak langsung bagaimana kejamnya bencana tsunami yang berhasil meluluh lantahkan kota Lhok-Ngah yang membuat keluarga kecil Delisa yang begitu harmonis tewas dalam kejadian tersebut.

Novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca!! Temukan setiap makna yang tersirat Kelebihan dari film ini adalah film ini mampu menyampaikan pesan-pesan kepada para penontonnya untuk dapat tetap tegar dan semangat walau dalam keadaan yang benar-benar terpuruk dan memprihatinkan. Memberikan pesan untuk mampu bersikap ikhlas dalam menghadapi cobaan.

Novel ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mengenai keikhlasan serta kesabaran. Tak hanya orang dewasa, buku inipun cocok untuk anak-anak dan para remaja karena plot yang dibuat penulis merupakan plot cerita dunia kanak-kan.

Yang menarik dari novel ini adalah, adanya bait – bait puisi yang disertakan pada setiap akhir bab cerita,-kadang saat peristiwa-peristiwa penting- yang seolah – olah menyemangati Delisa serta menggugah hati kita lebih dalam tentang makna yang terkandung dalam novel tersebut. Ini juga dilengkapi oleh penggunaan bahasa yang mungkin tidak “sastra” , tetapi “to the point” dan sederhana, yang membuat pesan lebih tersampaikan ke semua kalangan pembaca. Seolah – olah , penulis memang mempunyai maksud yang kuat untuk menyampaikan amanat yang terkandung dalam novel ini, yang mungkin dikarenakan juga oleh latar belakang penulisan novel ini. 

Adapun hal yang menjadi sorotan resensator–kalaupun tidak disebut sebagai kelebihan- adalah sikap Delisa yang tampak sangat dewasa, melihat usianya yang baru 6 tahun. Sikapnya saat menerima berbagai cobaan yang dihadapinya tidak cocok dengan umurnya . Nilai plusnya adalah para pembaca menjadi lebih terharu hatinya karena berkaca pada sikap Delisa dalam menerima cobaan. Selain itu, terkadang pembaca menjadi rancu mengenai latar dan tempat karena perubahan yang tiba – tiba. Tetapi untungnya, jalan cerita yang menghanyutkan membuat kita tidak peduli akan kerancan ini. 

Pada akhirnya, dengan segala kandungannya, novel ini wajib dibaca oleh mereka yang sedang merenungi dan mencari makna dan arti hidup yang sebenarnya. Bahkan bagi para remaja juga dianjurkan membaca novel ini, karena akan memperkaya nilai – nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri mereka. Energi untuk ‘hidup’ yang dibawa oleh novel ini sangatlah besar, dan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini. Resensator pun maklum jika nantinya, air mata para pembaca jatuh menetes saat membuka lembaran – lembaran novel ini.

Keunggulan novel ini adalah alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca khususnya saya untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah swt. Novel ini menggunakan bahasa yang sederhana namun mampu menyentuh hati pembaca. Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang ketiga, sehingga saat kita membaca novel ini, kita seolah menjadi anak kecil dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi. Saat Delisa mengerti makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana seorang anak kecil mampu melakukan ibadah hanya karena Allah. Bukan karena hadiah, imbalan, atau pujian dari orang lain. Dan banyaknya nilai moral yang telah diajarkan kepada kita seperti  keikhlasan, ketaqwaan kepada Tuhan.

Namun juga ada kelemahan dari novel ini yaitu tidak adanya biografi penulis yang disediakan pada bagian akhir halaman novel, pengarang menggunakan nama samaran tidak nama asli (Tere-Liye), tidak adanya sinopsis yang disediakan pada bagian belakang cover,sehingga ketika kita ingin membelinya kita ragu novel ini menceritakan tentang apa. Bahasa yang digunakan penulis sederhana namun mampu menyentuh hati pembaca, tidak susah dipahami. Dimengerti oleh semua kalangan pembaca baik pembaca pemula atau sudah tingkat lanjut.






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar